oleh: Bibit Dwi Prastyorini
SUPERVISI PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu system.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa system pendidikan adalah suatu
keseluruhan yang terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan
fungsional dalam mengubah masukan menjadi hasil yang diharapkan. Sistem
pandidikan nasional adalah satu keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam menjaga
mutu proses pengawasan pendidikan, diperlukan adanya kontrol mutu (quality
control) yang mengawasi jalannya proses dan segala komponen pendukungnya. Supervisi
akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya
mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Supervisi
akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola
pembelajaran. Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama
sekali bukan menilai kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran,
melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
BAB II
KOMPETENSI SUPERVISI GURU
Proses pembelajaran yang efektif menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/ bimbingan
yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa melalui mata-mata pelajaran
dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah. Penggunaan media
pendidikan dan fasilitas pembelajaran tiap mata pelajaran sangat penting
peranannya. Selain itu, guru harus mengetahui bagaimana mengerjakan
tugas-tugasnya. Guru harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana merumuskan
tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik akademik. Tetapi
hanya mengetahui dan memahami aspek tersebut tidaklah cukup, seorang guru juga
harus mampu menerapkan pengetahuan dan pemahamannya, dengan kata lain guru
harus bisa mengerjakan, guru harus mau mengerjakan tugas-tugas berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya, dan pada akhirnya seorang guru harus mau
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri.
Perilaku supervisi diarahkan pada perbaikan perilaku mengajar guru
yang berdampak terhadap perilaku belajar siswa dapat digunakan sebagai umpan
balik bagi perbaikan perilaku mengajar dan perilaku supervisi. Sasaran
supervisi kelas adalah proses pembelajaran peserta didik dengan tujuan
meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Proses pembelajaran
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti guru, peserta didik, kurikulum, alat
dan buku-buku pelajaran, serta kondisi lingkungan sosial dan fisik sekolah.
Dalam konteks ini, guru merupakan faktor yang paling dominan. Karena itu,
supervisi kelas menaruh perhatian utama pada upaya-upaya yang bersifat
memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk berkembang secara profesional,
sehingga mereka lebih mampu dalam melaksankan tugas pokoknya yaitu melaksanakan
dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang direfleksikan dalam
kemampuan-kemampuan, antara lain:
1. merencanakan kegiatan pembelajaran.
2. melaksanakan kegiatan pembelajaran.
3. menilai proses dan hasil pembelajaran
4. memanfaatkan hasil penilaian bagi peningkatan
layanan pembelajaran.
5. memberikan umpan balik secara tepat, teratur,
dan terus menerus kepada peserta didik.
6. melayani peserta didik yang mengalami kesulitan
belajar.
7. menciptakan lingkungan belajar yang
menyenangkan.
8. mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan
media pembelajaran.
9. memanfaatkan sumber-sumber belajar yang
tersedia.
10. mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi,
metode, dan teknik) yang tepat.
11. melakukan penelitian praktis bagi perbaikan
pembelajaran.
Pemberdayaan akuntabilitas profesional guru hanya akan berkembang
apabila didukung oleh penciptaan budaya sekolah sebagai organisasi belajar.
Istilah organisasi belajar dimaksudkan sebagai suatu organisasi dimana para
anggotanya menunjukkan kepekaan terhadap masalah-masalah yang dihadapi dan
berupaya untuk mengatasi masalah tersebut tanpa desakan atau perintah dari
pihak luar. Kepala sekolah dan guru tidak hanya bekerja menunaikan tugas dan
kewajiban yang dibebankan kepadanya, melainkan pula memiliki sikap untuk selalu
meningkatkan mutu pekerjaaannya dan oleh karenanya mereka terus belajar untuk
mempelajari cara-cara yang paling baik. Mereka dapat dikelompokkan sebagai “professional
learners”.
Jadi sasaran lain dari supervisi pendidikan adalah menjadikan
kepala sekolah dan guru sebagai professional learners, yaitu para
profesional yang menciptakan budaya belajar dan mereka mampu belajar terus
menyempurnakan pekerjaannya. Budaya ini memungkinkan terjadinya peluang inovasi
dari bawah dalam proses pembelajaran. Kepala sekolah menduduki posisi kunci
dalam penciptaan budaya tersebut.
Aspek lain yang akan mendukung pemberdayaan akuntabilitas
profesional guru adalah tersedianya sumber daya pendidikan untuk mendukung
produktivitas sekolah, khususnya mendukung proses pembelajaran yang bermutu.
Alat peraga, alat pelajaran, fasilitas laboratorium, perpustakaan, dan
sejenisnya sangat diperlukan bagi terwujudnya proses pembelajaran yang bermutu.
Sumber daya pendidikan seperti itu memungkinkan peserta didik terlibat secara
aktif melalui bervariasinya kegiatan pembelajaran yang lebih kaya. Jadi sasaran
yang ketiga dari supervisi kelas adalah membina kepala sekolah dan guru-guru
untuk memiliki kemampuan manajemen sumber daya pendidikan. Kemampuan manajemen
sumber daya pendidikan tersebut meliputi kemampuan dalam pengadaan,
penggunaan/pemanfaatan, dan merawat/memelihara.
BAB III
PENUTUP
Esensi supervisi akademik bukan menilai kinerja guru
dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan
kemampuan profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa
terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Pengawasan terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran hendaknya
menaruh perhatian yang utama pada peningkatan kemampuan profesional gurunya,
yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Supervisi
yang efektif dapat menciptakan kondisi yang layak bagi pertumbuhan profesional
guru-guru. Kondisi ini ditumbuhkan melalui kepemimpinan partisipatif, di mana
guru-guru merasa dihargai dan diperlukan. Dalam situasi seperti ini akan lahir
saling kepercayaan antara para pembina (pengawas, kepala sekolah) dengan
guru-guru, antara guru dengan guru, dan di antara pembina sendiri. Guru-guru
akan merasa bebas membicarakan pekerjaannya dengan pembina jika ada keyakinan
bahwa pembina akan menghargai pikiran dan pendapatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar